Jenis-jenis plastik yang lazim digunakan untuk mengemas makanan adalah sebagai berikut:
1.Polietilen tereftalat (PET)
PET adalah akronim dari polietilen tereftalat, polimer rantai panjang yang termasuk dalam keluarga poliester. PET terbuat dari asam tereftalat (terephthalic acid – TPA) dan etilen glikol (EG), yang keduanya berasal dari minyak bumi. Sifat-sifat PET antara lain jernih, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air, melunak pada suhu 800C. PET biasa digunakan untuk botol minuman, minyak goreng, selai kacang, kecap dan sambal, baki biskuit. Umumnya kemasan makanan PET dapat dikenali dari logo PET.
Hal yang perlu diwaspadai dalam penggunaan PET sebagai kemasan makanan yaitu adanya residu monomer etilen glikol yang merupakan zat mutagenik dan toksik terhadap sistem reproduksi, dan hasil reaksi samping dietilen glikol yang serupa dengan etilen glikol.
Botol jenis PET jika digunakan untuk air minum dalam kemasan (AMDK) atau minuman ringan dianjurkan untuk digunakan sekali pakai, karena pada pemakaian berikutnya dikhawatirkan tidak higienis lagi.
2. Polietilen (PE)
Plastik polietilen (PE) merupakan jenis plastik yang paling banyak dan aman digunakan sebagai kemasan makanan dengan aplikasi yang beragam. PE banyak digunakan sebagai kemasan pangan Karena harganya yang relatif murah, sifatnya yang sangat beragam, dan kemudahannya untuk diproses menjadi bermacam-macam produk kemasan.
PE dibuat dari hasil polimerisasi dari monomer etilen. Dalam pada itu, polietilen juga direaksikan dengan monomer lain, misalnya: 1-hexana dan 1-oktena atau vinil asetat menghasilkan kopolimer sehingga variasinya sangat luas. Polietilen dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan densitasnya, yaitu High Density Polyethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE).
2.1 High Density Polyethylene (HDPE)
Sifat-sifat dari High Density Polyethylene (HDPE) antara lain keras hingga semi fleksibel, tahan terhadap bahan kimia dan kelembaban, dapat ditembus gas, permukaan berlilin, buram, mudah diwarnai, diproses dan dibentuk, melunak pada suhu 750C. Kemasan makanan yang biasanya menggunakan plastik HDPE antara lain botol susu cair dan juice, tutup plastik, kantong belanja dan wadah es krim. Umumnya kemasan makanan HDPE dapat dikenali dari logo PE-HD .
2.2. Low Density Polyethylene (LDPE)
Low Density Polythylene (LDPE) memiliki karakteristik mudah diproses, kuat, fleksibel, kedap air, permukaan berlilin, tidak jernih tapi tembus cahaya, melunak pada suhu 700C. LDPE banyak digunakan sebagai pot yoghurt, kantong belanja (kresek), kantong roti dan makanan segar, botol yang dapat ditekan, lapisan tipis penutup pangan (wrapping).
3. Polivinil klorida (PVC)
PVC adalah singkatan dari polivinil klorida, yang mempunyai polimer rantai panjang yang diproduksi melalui polimerisasi monomer vinil klorida (VCM). Dalam pembuatan PVC banyak ditambahkan berbagai bahan tambahan untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan, antara lain penstabil seperti timbal (Pb), kodmium (Cd),timah putih (Sn) atau lainnya untuk mencegah kerusakan PVC, dan kadang-kadang agar lentur atau fleksibel ditambahkan senyawa ester ftalat, ester adipat, dll.
Karakteristik PVC kaku-semi kaku kuat, keras, bisa jernih, bentuk dapat diubah dengan pelarut, melunak pada suhu 800C. Penggunaan PVC kaku-semi kaku antara lain untuk botol jus, air mineral, minyak sayur, kecap, sambal, baki.
Sementara itu, PVC yang diplastisasi mempunyai karakteristik lunak, dapat dikerutkan dan jernih. Aplikasinya dalam kemasan pangan antara lain sebagai penutup makanan (food wrap).
Ada beberapa isu penting yang menjadi perhatian dalam penggunaan PVC dalam kemasan pangan yaitu residu VCM, Pb, Cd dan ester ftalat yang dapat berbahaya bagi kesehatan.
@ VCM terbukti mengakibatkan kanker hati.
@ Senyawa Pb merupakan racun ginjal dan syaraf.
@ Senyawa Cd merupakan racun ginjal, dan terbukti mengakibatkan kanker paru pada manusia.
@ Senyawa ester ftalat dapat mengganggu system hormone reproduksi.
Sebagai tindakan kehati-hatian kemasan plastik jenis PVC disarankan mengurangi penggunaannya untuk makanan yang berminyak/berlemak atau mengandung alkohol terlebih dalam keadaan panas.
4. Polipropilen (PP)
Plastik polipropilen (PP) merupakan hasil polimerisasi dari monomer propilen. Plastik PP memiliki sifat keras tapi fleksibel, kuat, jernih tapi tidak tembus cahaya, tahan terhadap bahan kimia, panas dan minyak, melunak pada suhu 1400C. Karena dapat menahan panas hingga di bawah suhu 1400C, plastik jenis ini ada yang digunakan untuk microwave. Seperti plastik polietilen, plastik polipropilen juga dapat membentuk kopolimer dengan monomer lain seperti etilen dan olefin lain.
Penggunaan plastik PP antara lain adalah sebagai pembungkus biskuit, kantong chips kentang, krat serealia, pita perekat kemasan dan sedotan, kotak tempat makanan (lunch box).
Plastik PP pada dasarnya merupakan suatu bahan yang inert dan relatif tidak berbahaya bagi konsumen. Monomer penyusun PP merupakan gas yang sangat mudah menguap, sehingga residu dalam plastik PP biasanya tidak terdeteksi. Plastik ini banyak dipilih sebagai kemasan pangan selain plastik jenis polietilen karena relatif aman, harganya yang kompetitif dan sifatnya yang beragam.
5. Polistiren (PS)
Polistiren (PS) di masyarakat lebih dikenal dengan istilah ‘styrofoam’, yang sebenarnya merupakan merek dagang pabrik Dow Chemicals (sebagai panahan panas dalam kostruksi bangunan) dari foamed polystyrene atau expandable polystyrene (EPS). Polistiren dibuat dari polimerisasi monomer stiren.
Polistiren dapat dibedakan menjadi dua yaitu polistiren kaku dan polistiren busa (foamed polystyrene). Polistiren kaku mempunyai ciri-ciri jernih seperti kaca/buram, kaku, getas, terpengaruh lemak dan pelarut, mudah dibentuk, melunak pada suhu 950C. Penggunaan PS kaku dalam kemasan pangan adalah untuk sendok, garpu, toples, gelas, cup es krim.
Sedangkan polistiren (PS) busa mempunyai ciri-ciri seperti busa, biasanya berwarna putih, lunak, getas, terpengaruh lemak dan pelarut. Penggunaan polistiren piring, mangkok, gelas, baki.
Perlu diwaspadai adanya residu monomer stiren yang tidak ikut bereaksi dan dapat terlepas ke dalam makanan yang berminyak/berlemak atau mengandung alkohol, terlebih dalam keadaan panas. Monomer stiren merupakan zat karsinogen golongan 2B (dapat menimbulkan kanker pada sejumlah hewan percobaan, tetapi tidak cukup bukti pada manusia) dengan toksisitas akut rendah.
Sejauh ini tidak ada satu negarapun di dunia yang melarang penggunaan polistiren atas dasar pertimbangan kesehatan. Kebijakan pelarangan di sejumlah negara lebih berkaitan dengan masalah pencemaran lingkungan.
Disarankan jangan menggunakan kemasan polistiren yang rusak atau berubah bentuk untuk mewadahi makanan berminyak/berlemak apalagi dalam keadaan panas.
6. Lain-lain, misalnya Polikarbonat
Plastik polikarbonat terbuat dari bahan dasar monomer bisfenol A (BPA), dan digunakan secara luas sebagai kemasan makanan, termasuk botol susu bayi, gallon air dan wadah lainnya, dengan karakteristik keras, jernih, secara termal sangat stabil.
Fokus perhatian banyak kalangan pada dekade terakhir ini terkait dengan penggunaan polikarbonat sebagai kemasan makanan adalah migrasi monomer BPA dari plastik polikarbonat. BPA diduga dapat menyebabkan kekacauan/gangguan pada sistem endokrin hewan percobaan.
Karena sifatnya yang tahan panas, botol susu sering direbus dalam penggunaannya. Sejauh ini, Kanada merupakan satu-satunya yang melarang polikarbonat untuk botol susu bayi. Namun, terdapat konsensus antara otoritas di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Jepang menyatakan bahwa batas paparan BPA dari kemasan makanan tidak menimbulkan risiko seketika terhadap kesehatan pada populasi umum termasuk bayi.
7. Melamin
Resin melamin atau melamin-formaldehid (dan bisa disingkat dengan melamin) merupakan plastik termoseting yang terbuat dari melamin dan formaldehid melalui proses polimerisasi.
Karakteristik dari melamin adalah keras, kuat, mudah diwarnai, bebas rasa dan bau, tahan terhadap pelarut dan noda, kurang tahan terhadap asam dan alkali. Seperti material termosting lainnya, resin melamin tidak leleh, sehingga tidak dapat didaur ulang melalui pelelehan. Penggunaan melamin adalah sebagai peralatan makan-minum seperti piring, mangkok, gelas, cangkir, sendok, centong, dll.
Saat ini banyak beredar peralatan makan yang diklaim sebagai ‘melamin’ tetapi sebenarnya terbuat dari urea-formaldehid. Urea formaldehid merupakan resin termosting, yang terbuat dari urea dan formaldehid. Kekurangan dari resin ini adalah kurang tahan pada kondisi lembab, terutama jika dikombinasikan dengan pemanasan. Kondisi ini akan menyebabkan reaksi balik dan melepaskan formaldehid ke dalam makanan.
Hal yang perlu diwaspadai dalam penggunaan melamin sebagai kemasan makanan adalah adanya residu monomer formaldehid yang merupakan karsinogen klas 1 (cukup bukti mengakibatkan kanker pada manusia), dan residu monomer melamin yang dapat merusak ginjal. Oleh karena itu disarankan untuk tidak menggunakan kemasan makan ‘melamin’ yang tidak memenuhi syarat untuk mewadahi makanan yang berair atau berasa asam, terlebih dalam keadaan panas.