Sejarah kelasik yang difahami tentang kekalah Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 adalah akibat langsung 2 buah bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945). Dengan perkataan lain setelah itu Jepang menyerah tanpa syarat. (foto 1/Bom Atom di Hiroshima).Sebenarnya yang terjadi pada tanggal 15 Agustus, bukan penyerahan Jepang dalam arti yang resmi, karena hal tersebut baru terjadi pada tanggal 2 September 1945 di atas kapal Amerika Serikat Misouri yang berlabuh di teluk Tokyo. Namun pada tanggal 14 Agustus 1945 memang Pemerintah Jepang melalui duta besarnya di Swiss mengirim surat untuk mematuhi keputusan Postdam (Konperensi sekutu dikota Postdam). Berita yang dibuat oleh menteri muda luar negeri Jepang Shunichi Matsumoto ini antara lain berisi keterangan bahwa Hirohito sudah menandatangani naskah penerimaan deklarasi Postdam. Berita yang diterima di Indonesia dan kemudian dianalisa adalah berita tanggal 14 Agustus tersebut. Surat yang dikirim pemerintah Jepang ini merupakan sambungan saja dari surat tertanggal 10 Agustus 1945 di mana Jepang menawarkan diri untuk merundingkan penyerahan karena Hirohiti merisaukan perdamaian dunia. Keadaan di dalam negeri Jepang saat itu memang tidak menentu misalnya menjelang tanggal 15 Agustus 1945 telah terjadi percobaan kudeta yang gagal yang dilakukan para perwira muda pimpinan Let.Kol Takeshita, Mayor Hidemasa Koga dan Mayor Hatanaka. Kejadian tersebut dapat diantisipasi oleh kekuatan militer pro Kaisar.Karena merasa bertanggung jawab, Jenderal Anami selaku Menteri Angkatan Darat Jepang akhirnya melakukan bunuh diri. Pada jam 12.00 waktu Tokyo tanggal 15 Agustus 1945, Hirohito berbicara di radio tentang penerimaan deklarasi Postdam. Berita inilah yang resmi menghentikan Perang Asia Timur Raya. Pidato yang lebih dahulu direkam pada piringan hitam (gramofone) pada tanggal 14 Agustus 1945 ini dikenal sebagai pidato suci Hirohito berjudul "The Voice of the Crane". Amerika serikat selaku negara besar dalam jajaran sekutu menaggapi pernyataan Jepang itu sebagai reaksi akibat pemboman dengan teknologi mutahir hasil rekayasa para ahli Atom Nasional nya. (Foto 2/ terlampir memperlihatkan pemberitaan gedung putih tentang kekalahan Jepang ini oleh Presiden Truman).Berita kekalahan Jepang merupakan berita besar buat pemuda Indonesia guna meningkatkan perjuangannya. Terbayang di benak kelompok pemuda posisi Soekarno dan Hatta serta kelompok tua lainnya yang menjadi sulit karena seia sekata dan bersedia sehidup semati dengan Dai Nippon. Timbul asumsi-asumsi baru nasib bangsa Indonesia dan tanah airnya. Bakal jadi apa Indonesia ini ?. Perkiraan paling dekat tentu saja akan datangnya pihak sekutu, dalam hal ini Amerika Serikat. Pendukung utama Atlantic Charter. Suatu bangsa yang yang mendukung demokrasi, hak sasasi dan kemerdekaan. Bukan hal aneh kalau para pemuda akan menyambutnya dengan slogan-slogan sebagaimana yang disebut dalam Atlantic Charter tersebut.Tapi rupanya waktu kedatangan tersebut tidak terlalu cepat karena adanya perubahan rencana Jenderal Mac Arthur yang tidak jadi melakukan invasi ke Indonesia. Dia berbelok langsung ke utara untuk mempercepat penaklukan negara induk Jepang. Tanggung jawab wilayah Asia Tenggara kemudian diserahkan sepenuhnya kepada kekuatan sekutu lain yaitu dibawah pimpinan Laksamana Mountbatten. Padahal Mounbatten memiliki jumlah tenaga dan fasilitas transportasi yang terbatas.
Dalam wawancara film Ons Indie voor de Indonesiers, Jenderal Cristison pimpinan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) mengakui bahwa pasukan sekutu terlambat dua minggu sehingga baru bisa mendarat di Jawa pada awal September 1945. Untuk mengantisipasi terjadinya chaos didaerah vacum kekuasaan seperti halnya Indonesia, maka oleh SACSEA (Supreme Allied Command of South East Asia) yang dijabat Mount Batten, diterbitkanlan pengumuman bagi para pimpinan tentara Jepang yang didrop melalui pesawat udara. (gambar 3/Selebaran SEAC / South East Asia Command) Penguman berbetuk selebaran ini juga dimaksudkan bagi pengetahuan para tawanan bahwa "Jepang sudah kalah dan kini mereka merdeka.”. Lalu bagaimanakah sikap Indonesia ?. Vacum kekuasaan ini ternyata dimanfaatkan dengan baik untuk "memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945".